Pagi itu seolah menjadi
salam pembuka dari awal kemenangannya. Pembuka
pintu masa depan beberapa anak yang mampu berkhayal tanpa batasan arus. Bahkan
mentari kadang tertawa melihat tingkah anak-anak yang tak tahu diri itu. Kadang
pula menangis ketika jerih payah mereka tidak dihargai oleh sekelempok orang, hanya
karena alasan yang tidak jelas. Namun ada yang berbeda dari pagi ini, Perjuangan
hidup mati Dion akhirnya
membuahkan hasil yang tak sia-sia . Dengan segala jerih payahnya, Dion mampu
mengangkat tropi
nasional pertamanya.
Tropi yang selama ini didambakanya.
“Wuihhh...Selamat
brow
!! kamu memang terbaik
“ sapa seorang teman saat selesai upacara .
“Oke brow terima kasih !!
sahutnya.
Dari kejauhan, tampak orang orang yang ditunggu
pun muncul, Mukarom sang pemimpin tim,
Anto si
jenius, Alexa sang pemimpi,
Wilaga si tukang itung itungan dan Bachtiar dengan
jurus karatenya. Lengkap sudah enam
orang dengan labelnya masing masing, begitu kata salah satu murid di SMA Tambakboyo. Meraka percaya dengan
apa yang mereka impikan. Suatu
saat, ada waktunya bumi
keluar dari jalurnya, bintang berpindah dari tempatnya dan gedung di Indonesia
akan mengalahkan gedung pencakar langit milik Dubai, Uni Emirat Arab.
“Nunggu keluarga mana lagi bung??” Celoteh Mukarom dari kejauhan
“Hheeehhh..????
(terkejut), ya nunggu kalian lah, masak nunggu Pak
Abdain“, canda Dion.
“Ahaha MASYUK MASYUK (jargon andalan
Dion), lagian Dion punya keluarga mana lagi selain kita,,”
Alexa menyela
“Iya bener tuh . eh ayo cabut bung, udah telat 5
menit nih !!”
Ajak Anto sambil tergesa gesa .
Pagi ini memang SMA Tambakboyo tampak ceria dengan persembahan berkelas dari enam orang anak kelas
XII tersebut. Baru kali ini titel juara nasional dapat diraih oleh SMA Tambakboyo.
***************
Ulangan Tengah Semester tiba,
namun tonggak kepemimpinan OSIS/MPK
masih berada dipundak mereka. Bagaimanapun juga, sang maestro harus
menyelesaikan tugasnya sebagai pengurus OSIS/MPK.
“Bung, nanti usahakan berangkat pagi yaa..!
kita selesaikan
laporan yang tertunda.”
Ujar mukarom
dari
telepon.
“Oke, siap bung !” jawab Dion
Jam
06.20 tepat, Dion sampai di sekolah
bersama teman-teman lainnya dan segera
masuk ke ruang POMTA (Ruang Osis
dan MPK). Saat
itu mereka sedang asyik menata laporan dan berkas berkas Re-organisasi, namun tak
di sangka-sangka ada satu berkas yang belum dicetak. Tanpa babibu lagi Dion
langsung mengambil flashdisk dan segera mengcopy file tersebut.
“waduh.. belum buka nih, gimana bray, mau ngeprint dimana ini ?” tanya Dion
pada Anto.
“tenang bray..
deket warung itu
ada rental print, kita ngeprint disana aja” jawab Anto dengan santainya.
“oke oke. Sini biar aku yang
nyetir”
Memang saat itu masih pagi, rental print masih belum banyak yang buka sedangkan jam pertama ada
mapel yang di-UTS.kan dikelas Dion,
namun bagaimanapun juga dia harus menyelesaikan laporannya hari ini, sebab mesti diserahkan kepada
Bapak Kepala Sekolah untuk
dipertanggungjawabkan. Takdir berkata lain,
keberuntungan masih jauh
dari Dion dan Anto, rental print yang satu ini juga bermasalah. Dengan berat hati, Dion harus meninggalkan satu
Mapel yang di-UTSkan demi berpetualang
mencari tempat ngeprint yang agak jauh.
“Gimana bray, apa ngga sebaiknya kamu ikut
ulangan dulu, nanti malah kena marah sama bu Rusty lho!!” Anto memberi masukan.
“Nanggung bray, kita selesaikan
sekarang saja, nanti aku ngomong sama bu Rusty baik-baik,
pasti beliau bisa menerima!”
Jam
08.30 Dion dan Anto baru kembali ke
sekolah, dari kejauhan Pak Muid sudah menanti
kedatangan mereka.
“Mas
Dion, nanti jam Istirahat, tolong temui Bu Rusty yaa..!” minta pak Muid.
(wah gak beres nih) dalam hati Dion.
“Oke
pak siap,,
ini laporannya tolong dicek lagi” sahut Dion.
“iya mas, makasih!”
Apa
yang difikirkan Dion ternyata benar-benar terjadi. Siang itu, Dion dimarahi
habis-habisan oleh bu Rusty,
seorang guru bahasa dan sastra Indonesia di sekolahnya.
Jerih payahnya berbakti untuk sekolah, seolah tak berharga lagi paska di maki
maki oleh orang yang dulu pernah
mengharumkan namanya. Dion telah membuat keputusan yang
salah dengan mengecewakan
Bu Rusty. Namun nasi telah menjadi bubur, kayu sudah terlanjur menjadi abu.
“Kalau mau nyusul UTS, besok sama kelas yang
belum ulangan, kalo nggak
mau ya sudah, nilai uts mu bakalan kosong!”
“Tapi bu, besok jam ke-3 dan ke-4 saya ada UTS
biologi.!” Rengek Dion.
“Bukan urusan saya, kalo mau yaa
itu, kalo enggak
ya sudah.!” Nada Bu
Rusty kali ini lebih tinggi lagi.
Mukarom,
Alexa, dan Bachtiar yang melihat Dion dimarahi, hanya tersenyum kecil dan
bingung juga, ketika melihat karibnya keluar dari kantor dengan muka ditekuk.
“Sabar
bung, masih ada kita yang selalu ada untukmu, ingatkan?? kita adalah saudara seperjuangan, budal bareng muleh kudu bareng ! (dalam Bahasa Indonesia berangkat bersama
pulang juga harus bersama)” hibur Mukarom. Mendengar
kalimat itu, Dion seolah kembali terlahir menjadi jiwa-jiwa tanpa beban. Dia
teringat dengan impian dan
kata-kata yang pernah menjadi
motivasinya,
bahwa keyakinan, usaha, doa, dan restu orang tua
yang membuatnya berhasil meraih tropi nasionalnya
dulu. Tanpa rasa gelisah lagi, dia menunjukkan
kebiasaan sehari-harinya lagi.
“oke masyuuk bung. Makasih”
**********
Rabu,
mungkin inilah hari siksaan bagi Dion,
bagaimana tidak, hari ini Dion harus mengerjakan dua mata pelajaran UTS
di satu
jam pelajaran normal. Pertama
untuk pelajaran Biologi dengan guru yang tidak main-main (semester
3 Dion mendapat nilai pas KKM/minimal
syarat lulus),
kedua untuk pelajaran sastra
Indonesia dengan Guru yang lebih tidak main main pula. Namun bukan
Dion namanya kalo tidak membuat hal diluar nalar,
membuat hal yang tidak mungkin menjadi lebih tidak mungkin lagi :D. Dengan
penuh kepercayaan, Ia berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti
keduanya, meskipun harus mengerjakan
dengan apa adanya. Waktu terus berlalu, kurang setengah jam waktu ujian,
seluruh anak dikelas dikagetkan oleh Dion yang lebih dulu mengumpulkan kertas
ujian. Ia berhasil menyelesaikan mapel Biologi dan segera mungkin Ia pindah ke kelas
yang satunya guna mengikuti ujian susulan sastra.
“Bu,
mohon maaf saya telat, saya tadi ikut ujian Biologi terlebih dahulu, maaf
sekali lagi. Apa saya masih boleh ikut ujian?”,
Pinta dion.
“Terserah!” jawab Bu Rusty
dengan cueknya.
Memang guru yang satu ini sikapnya
sedikit cuek, namun dalam hatinya Dion juga paham ketika beliau marah kayak
gini berarti masih ada keperdulian terhadap anak muridnya. Beliau juga
menginginkan agar semua anaknya menjadi
anak yang punya adab dan juga sopan santun. Bu Rusty adalah guru spesial dimata Dion dan hari ini dia
sangat menyesal karena mengecewakan seseorang yang sudah membuatnya menjadi
sekarang ini. “Terimakasih
Bu Rusty saya masih di izinkan untuk
ujian !” (dalam hatinya).
****************
Delapan bulan berlalu, kini Dion,
Mukharom, Anto, Alexa, dan Bachtiar bersiap-siap untuk menghadapi Ujian
Nasional yang sudah ada didepan mata. Semua usaha dikerahkan demi mendapatkan
nilai yang maksimal, mulai dari belajar kelompok, menginap bersama, hingga les
privat mereka lakukan agar ambisi masing-masing tercapai. Mereka berkeyakinan
bahwa tidak ada yang tidak mungkin di
dunia ini.
Tidaklah mudah untuk mengerjakan
soal UNAS yang begitu banyaknya, kesulitan
kesulitan tampak nyata didepan mata, mulai dari materi yang kurang memadai
hingga jatuh sakit ketika H-1 UNAS, begitu kira-kira yang di alami dion dan
teman-temanya. Namun sekali lagi atas berkat
rahmat dan ridho Sang Kuasa serta kegigihan
dan
segala macam perjuangan yang
telah mereka lakukan, akhinya enam sekawan ini berhasil
mengerjakan UNAS dan lulus dengan
nilai yang pantas,
Wajah
itu, tangan itu, kini mereka
akan kembali pada impian masing-masing. Segala jerih payah selama 3 tahun kini
akan tinggal kenangan. Canda dan duka, akan menyelimuti ambisi dan
cita-citanya. Dion dengan ambisinya menjadi konsultan
gedung, yang akan mengalahkan gedung pencakar langit, “Burj
Khalifah” milik Dubai. Mukarom dengan impiannya sebagia pemimpin yang
berprinsip “wani mlarat kanggo umat”. Alexa dengan Impiannya kuliah di
Universitas Indonesia dan menjadi
progammer. Anto dengan cita-citanya mempunyai
sebuah Hotel dengan desain pribadinya, Wilaga
dengan konsep itung itungannya berharap jadi enterpreuner sukses dan
Bachtiar dengan keinginannya menjadi
atlet Sea Games dan
seorang
TNI. Itu adalah khayalan konyol Dion beserta karibnya di SMA, apakah mereka
mampu menaklukkan ambsinya sendiri ?? jawabanya adalah 5 tahun yang akan datang
ketika mereka sepakat untuk bertemu kembali dengan pasangan hidup
masing-masing. Dan mereka juga
sepakat jika suatu hari mereka diperkenanakan bertemu
kembali, bahwa keyakinan, do’a, usaha, dan restu orang tualah yang membuat
mereka bertemu kembali. MASYUKK
Tiap cucuran yang terhempas...
Keluar... terpaku untuk satu noktah...
Kala bumi dan matahari mencapai garis kebanggaan
Melihat sayap-sayap mudah berterbangan
Menukik... melesat... melintasi awan
Berhenti diantara pelangi
3 tahun nan nuansa haru... syahdu... ria dan ceria
Tak kan kita lepas dari Ruh ini
Tergores kata dalam luka
Aku... kamu... dia... kita... dan semua adalah sama
Sama dalam jiwa dan perasaan
Sama dalam barisan dan kebanggaan
Goresan ini hanya narasi
Takut untuk dicela, tak pantas untuk dipuji,
Kami hanya meminta sebagai ranting di antara rimbunnya
hujan
Tak butuh pujian, tak butuh tugu pahlawan
Hanya waktu yang kami harapkan
POMSTA
(YAF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar